BATIK
Oleh Fitri Adi
Batik adalah karya seni indah yang telah dikenal dan digandrungi tidak hanya di negara dimana terdapat banyak pengrajin batik seperti Indonesia melainkan juga sebuah komoditi yang diminati oleh berbagai penduduk belahan dunia. Diambil dari kata “tik” yang berarti dot atau “sebuah titik” yang tadinya tidak ada bereksistensi menjadi ada. Sebuah eksistensi yang nantinya membentuk sebuah motif atau wacana atau fenomena yang berwujud, yang bisa dilihat, disebut dan dinikmati nilai keindahanya.
Sebuah proses amat sederhana dengan sistem yang begitu tradisional, dengan unsur wasilah yang disebut malam atau lilin atau wax, sebagai penutup bahan yang akan diwarnai. Dari metodologi inilah dikembangkan menjadi bermacam-macam motif dan bentuk yang melahirkan karya-karya yang sensasional dan para seniman-seniman yang handal .
Lalu siapakah Seniman batik yang terbaik?, karya seni yang terindah? Bisakah penduduk Pekalongan yang lahir dikota batik menjawabnya?
Subkhanallah …subkhanallah….subkhanallah…
Analogi macam apakah ini, perumpamaan dahsyat apakah ini, ayat hebat apakah ini. Tidakkah semisal makna yang terkandung di dalam raga ini sebagai warna dasar, atau tidakkah seumpama jasad manusia dengan lilin atau wax. Jika ada motif yang yang lurus dan lengkung dan beraneka warna, bukankah ada yang pesek, ada yang bangir, ada yang pendek, ada yang..........Bukankah lilin itu palsu tapi dari yang palsu itulah akan terbentuk motif dan keindahan.
Bukankah lilin itu suatu saat harus dihilangkan..agar tampak hakekat sang warna, lalu dengan apakah lilin itu bisa hilang ?, tentu saja dengan panas yang biasa disebut proses “nglorot”
Jadi mau tidak mau lilin ke “akuan wujud” itu harus di lorot di dunia ini atau diakhirat.Didunia dengan nulayani –menahan, mencekik dan menghambat tumbuhkembangkangnya nafsu, -man ‘arofa nafsah wakholafaha faqod ‘arofa robbah wataba’ahu.
Atau bukankan telah disediakan api neraka bagi yang tidak beruntung ‘nglorot’ di dunia sehingga harus dilorot dengan api neraka lilin ke akuan wujud itu, agar tampak hakekat keindahan warna dan motif, lalu kurang cinta apanya Tuhan.
Lalu apa salah Hu, bukankah Dia hanya berkarya cipta tentang cinta dan keindahan, karena tujuan cinta adalah keindahan. Subkhanallah yang maha indah, ini adalah pembicaraan tentang seniman dan karya seni, yang nilai seninya hanya bisa dinikmati, dipahami dan dimengerti oleh para seniman.
Dan lihatlah ketika lilin itu dibiarkan berhari-hari maka akan semakin susah lilin itu dibersihkan kecuali dengan proses nglorot panas yang berulang -ulang dalam air yang mendidih hingga bersih sama sekali.
Maka benarlah saat lilin keakuan wujud palsu itu begitu kuat melekat sehingga dianggap sebagai warna yang asli, maka dilorotlah dalam api neraka secara berulang pula hingga bersih, menjadi arwakhul muqoddasah, kembali dalam keabadian. Seperti syeikhul akbar berujar akhir dari semuanya adalah pengampunan. Ya wasi’al maghfiroh, alkhamdulillah.
Sebuah cerita lucu ketika seorang sufi hendak memasak dan tidak punya api, kemudian ia pergi ke neraka untuk mengambil api, maka tidak didapatinya api itu dineraka dan setelah pulang dia berkata ‘o..ternyata dineraka tidak ada api’. Tentu saja api itu hanya ada bagi yang belum ‘nglorot’ lilin batiknya.
Allahu a’lamu bimurodih faghfirlana bijahilina….
Kamis, 20 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar