Selasa, 18 September 2007

DELMAN Oleh Hafizullah Ahyak

Sekali kali kita perlu naik delman untuk menggetarkan hati kita yang terlalu kering kerontang dari cinta-Nya yang suci. Kenapa delman ?. Sebab delman adalah alat transportasi konvensional yang mengajarkan banyak hal, kalau hati kita sensitif. Tidak percaya ?.
Coba lihatlah kuda sebagai penggerak utama (ruh dinamisasi) delman. Pernahkan anda melihat kuda mengeluh karena mengangkut banyak beban (orang dan barang) setiap hari, menempuh jarak yang tak terhitung ?. Pernahkan anda melihat kuda protes kepada Pak Kusir, karena rumput yang diberikan kurang basah misalnya ?. Kuda penarik delman adalah lambang keikhlasan, kepasrahan total dan pengabdian penuh. Kuda menjalankan kodratnya dengan semangat cinta, cinta kepada yang menghidupinya. Kuda menapaki jalan jalan terjal kehidupannya dengan prinsip inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin.
Lalu, coba anda lihat roda delman yang besar ?. Apa yang anda saksikan ?. Roda itu bulat bentuknya dan harus berputar agar delman bisa bergerak. Ya, harus berputar. Begitupun kehidupan kita. Kita harus bergerak agar terus hidup. Sebagaimana delman dengan rodanya yang berputar berjalan menapaki hidupnya, kita juga berputar dalam menempuh jalan terjal kehidupan. Sebagaimana roda delman yang tidak mungkin menapaki jalannya yang telah lalu, kita juga tidak akan pernah menapaki hidup kita yang telah lalu. Perbedaannya adalah roda delman tidak dimintai tanggungjawab terhadap perputarannya sedangkan kita akan diinterogasi secara detail polah tingkah kita dengan saksi anggota badan kita sendiri.
Sekali kali, coba ketika anda menaiki delman sambil menikmati sore yang indah, tandai salah satu bagian roda delman dengan kapur atau spidol atau apapun yang mencolok warnanya. Anda terus perhatikan ketika delman mulai berjalan, tanda itu perlahan tapi pasti akan bergerak turun dan terus turun sampai titik terendah lalu naik dan naik lagi sampai titik tertinggi kemudian turun dan terus turun, begitu seterusnya. Kurang lebih kehidupan kita sama dengan roda delman itu. Kadangkala Tuhan menguji kita dengan kelapangan, kemudahan, kekayaan, kemulyaan, nama baik, pangkat, jabatan atau ‘hal hal indah’ lainnya yang sering mudah melenakan daripada mengingatkan. Tidak jarang pula kita diuji dengan kesempitan dan kesulitan, bertumpuknya hutang, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, kurangnya ilmu dan kesempatan, dan seabrek sapaan sapaan cinta-Nya yang lain, kita pun sering mengeluh dan berduka cita karenanya, sesuatu yang memang wajar tetapi tidak boleh melampaui batas.
Terhadap naik turunnya hidup ini, kita semua mesti sadar bahwa andaikata saat ini kita sedang diatas, suatu saat nanti kita pasti turun dibawah, maka sebaik baiknya kita ketika mengalaminya adalah menyiapkan diri sesempurna mungkin agar pada saat turun nanti tidak merasa kaget atau ‘gumun’. Pun ketika kita masih dibawah, kita harus menyiapkan diri sesempurna mungkin agar pada saat naik nanti tidak menimbulkan kesombongan, kedurhakaan dan kesewenangan. Sayangnya kita sering lupa.
Barangkali karena kita lebih memilih mobil dengan kecepatan tinggi daripada delman dalam mengiringi aktifitas, kita sering tidak sadar bahwa roda terus berputar. Maka jangan heran apabila pada saat berada di puncak, kita terus menerus melakukan kesewenangan sistemik sementara pada saat di dasar, kita terus memaki maki Allah. Na’udzu billah.

Tidak ada komentar: