Cobalah tengok aktifitas ekonomi di bulan Ramadhan. Pedagang musiman yang hanya menjajakan dagangannya di bulan ini melimpah ruah. Seperti semut yang berebut gula, setiap pedagang menawarkan kebutuhan konsumen khusus untuk menghadapi Ramadhan. Lihatlah, pedagang kelapa muda di pinggir jalan atau pedagang ‘ketimun suri’ atau pedagang buah segar, semuanya dalam rangka menyambut Ramadhan. Mari kita berhitung, seandainya tiap pedagang kelapa muda menghabiskan kurang lebih 20 butir setiap hari dengan harga per butir Rp 4000, maka ia dapat mengumpulkan uang sebanyak kurang lebih Rp 80.000 per hari. Seandainya dalam 1 km jalan raya terdapat 3 pedagang, berarti telah terjadi perputaran uang Rp 240.000 per hari. Hitunglah sepanjang jalan raya di kota kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Berapa omsetnya ?. Hitung pula pedagang pedagang musiman lainnya. Sungguh, semuanya mencerminkan kemahakayaan Tuhan. Allahu Ghoniyyu.
Di kampung halaman saya yang teduh, ada pameo kecil yang sering didengungkan pebisnis rumahtangga, yaitu ‘mengejar lebaran’. pameo ini digunakan untuk menaikkan tingkat produksi sebelum dan selama Ramadhan dalam rangka memenuhi kebutuhan Hari Raya. Pebisnis busana muslim, peci atau pernak pernik kecil lain selalu mendapatkan margin yang lebih besar selama Ramadhan. Ini juga gambaran betapa Tuhan sungguh Maha Lapang.
Sungguh mengherankan pula, beberapa buah tertentu yang menyegarkan biasanya mengalami masa panen saat Ramadhan. Tentu, tingkat konsumsi buah segar selalu berkecenderungan meningkat mengingat banyak hal, antara lain :
Pertama, bulan Ramadhan adalah bulan puasa. Aktifitas yang melelahkan sepanjang siang mendatangkan kerinduan tersendiri terhadap sesuatu yang menyegarkan semisal buah buahan.
Kedua, adalah salah satu sunnah Rasulullah untuk berbuka dengan sesuatu yang manis dan buah buahan adalah salah satu alternatif.
Kembali kita harus melihat, bahwa ini adalah gambaran kemaha- pengaturan Allah. Tuhanlah yang menentukan musim, yang menggantikan siang dengan malam dan yang memberikan kesegaran dan rasa manis pada buah buahan yang kita makan. Ramadhan memang memberkahi, bulan yang seharusnya kita jadikan ruh aktifitas sepanjang tahun ini selalu menceritakan banyak hal dan hikmah. Ia begitu elegan mengajarkan kearifan dan kesantunan.
Jika anda adalah seorang perantau yang menghabiskan waktu dengan beraktifitas di kegersangan duniawi, anda pasti bisa melihat keberkahan Ramadhan. Saat anda menuju tempat kerja misalnya, dalam angkutan umum yang selalu penuh sesak oleh manusia dan kepentingannya, hitunglah orang yang merokok lalu bandingkan dengan bulan lain selain Ramadhan. Hitunglah berapa penghematan yang bisa dilakukan. Hitunglah berapa efek negatif yang secara otomatis berkurang dan bahkan hilang yang tidak bisa diukur dengan sistematika kuantitatif semisal kesehatan, polusi dan ketegangan ketegangan emosional. Anda juga harus melihat, kecenderungan beberapa pengamen yang lebih memilih melantunkan lagu lagu rohani. Kita harus melihatnya dalam konteks dakwah, yaitu bagaimana membuat nyanyian itu tidak hanya sekedar lantunan yang sifatnya ekonomis pragmatis tetapi juga bagaimana agar nyanyian itu menjadi lantunan uluhiyyah yang menghunjam dalam dada dan membekas dalam hati sehingga menjadi pedoman tingkah laku, hal mana tidak bisa terwujud apabila tidak dimulai dengan nyanyian- sesuatu yang memang mereka bisa dan biasa.
Pada saat di tempat kerja-apapun pekerjaan anda- mari kita lihat kecenderungan sebagian besar orang untuk mengisinya dengan ibadah. Etos yang dilandasi keikhlasan menjalani profesi sebagai bagian yang mesti dilakukan untuk menegakkan harmonisasi kehidupan- kasih sayang Allah melalui sunnah-Nya. Kita pasti sering mendengar ‘awas, jangan berbohong, bisa batal puasanya’. Ungkapan sepele yang bermakna besar yang mengajarkan kepada kita untuk bekerja jujur bukan hanya pada saat puasa melainkan sepanjang hayat di kandung badan.
Lihatlah pula, jumlah orang yang i’tikaf di masjid masjid selama Ramadhan. Keluh kesah kehidupan yang menyesakkan tumpah ruah di hadapan sajadah sajadah dingin, membumbung tinggi ke angkasa lalu tercatat rapi dalam database-Nya yang canggih untuk dibalas satu per satu (atau bahkan sekaligus dan kontan) dengan sangat pasti dan meyakinkan. Saya pribadi mempunyai keyakinan, semakin banyak manusia yang menjadikan Allah sebagai tumpuan keluh kesahnya, sebagai benteng pertama dan utamanya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup maka akan semakin kecil pula jumlah orang stress.
Ramadhan juga ‘memaksa’ kita untuk bangun tengah malam, setidaknya untuk sahur sebagai bagian penting (sunnah) dalam menjalankan ibadah puasa. Kebiasaan bangun tengah malam ini harus tetap dijaga meski Ramadhan telah usai, sebab salah satu waktu utama yang memudahkan terkabulnya doa adalah sepertiga malam yang terakhir. Ingat, pak ustadz dulu pernah berwasiat bahwa pada tengah malam, Allah menantang manusia untuk menuturkan segala keluh kesahnya dengan jaminan solusi terbaik yang sering tidak pernah terpikirkan oleh jangkauan daya nalar yang memang terbatas kapasitasnya. Secara gamblang, pada saat itu Allah mengajak hamba-Nya untuk memadu kasih-berpacaran dan melepas kangen.
Namun, diatas semuanya, kita harus tetap waspada, terutama terhadap peringatan Nabi yang menyatakan bahwa tidak sedikit orang yang berpuasa yang tidak mendapat apapun melainkan rasa lapar dan haus. Peringatan ini harus kita jadikan pembatas yang jelas dan tegas bagi nafsu kita yang secara kimiawi memang menggelora. Puasa yang kita lakukan harus menyangkut segala aspek, bukan hanya pergantian waktu makan dan minum saja. Seluruh anggota badan, keinginan keinginan duniawi, sifat sifat jelek, niat mencelakakan dan seabrek kekuatan negatif lainnya harus juga dipuasakan, bukan hanya selama Ramadhan tetapi juga setelahnya.
Kita harus menjadikan Ramadhan sebagai sarana pembibitan kekuatan kekuatan positif, agar dapat kita panen hasilnya selama kita hidup di dunia dan kekekalan di akhirat nanti, dan ini bisa terlaksana apabila secara perlahan lahan kita membuka dinding hati kita dalam melihat dan menyaksikan, mengalami dan merasakan, bersentuhan dan bergelut bergulat dengan kehidupan sehari hari yang selalu dinamis dan bertumbuh. Kita petik mutiara mutiara cinta uluhiyyah dari setiap proses, termasuk proses yang paling pahit dan getir sekalipun. Sebab, dibalik setiap peristiwa ada tangan tangan Allah yang bekerja didalamnya. Sungguh, Ramadhan memang memberkahi.
Selasa, 18 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar